MAKALAH ANATOMI BUAH

14.55.00 PUJI ANISA 0 Comments



BUAH (FRUCTUS)

 Buah adalah bakal buah yang masak (kumpulan bakal buah) dengan isinya, bersama-sama dengan setiap bagian lain yang berdekatan yang dapat luruh membentuk buah. Karena buah hanya berasal dari bagian-bagian bunga, maka pembentukannya terbatas pada tumbuhan bunga saja (Tjitrosomo, 1983: 214).
Peristiwa pembuahan menyebabkan bakal buah berkembang menjadi buah dan bakal biji berkembang menjadi biji. Zigot yang terdapat dalam biji pun berkembang menjadi embrio, zigot yang terbentuk mulai bertumbuh menjadi embrio (lembaga), bakal biji tumbuh menjadi biji, dan dinding bakal buah, yang disebut perikarp, tumbuh menjadi berdaging (pada buah batu atau drupa) atau membentuk lapisan pelindung yang kering dan keras (pada buah geluk atau nux). Sementara itu, kelopak bunga (sepal), mahkota (petal), benangsari (stamen) dan putik (pistil) akan gugur atau bisa jadi bertahan sebagian hingga buah menjadi. Pembentukan buah ini terus berlangsung hingga biji menjadi masak. Pada sebagian buah berbiji banyak, pertumbuhan daging buahnya umumnya sebanding dengan jumlah bakal biji yang terbuahi.
Pada saat yang sama, bunga mengalami perubahan yang menyebabkan perkembangan bakal buah menjadi buah. Perhiasan bunga dan benang sari biasanya layu, lalu gugur dan kemudian setelah polinasi tangkai putik (stilus) mengering. Namun, bkal buah bertambah besar dan mengalami berbagai modifikasi histology yang menyebabkan berbagai jaringan berubah bentuk selnya. Beberapa atau seluruh modifikasi dapat berperan dalam menghasilkan mekanisme untuk penyebaran biji. Jika diikuti perkembangannya, buah terdiri dari bakal buah yang telah dewasa
Buah juga dapat berkembang tanpa pembuahan dan tanpa perkembangan biji. Peristiwa itu disebut partenokarpi dan banyak ditemukan terutama pada spesies yang berbiji banyak, seperti pisang, semangka, nanas, dan tomat. Partenokarpi dapat terjadi tana polinasi seperti jeruk, labu dan tomat, atau memerlukan rangksangan polinasi seperti anggrek. Buah yang berbiji dapat pula diakibatkan oleh gugurnya embrio, namun terjadinya buah seperi itu tidak digolongkan ke dalam partenokarpi karena terjadi pembuahan disini.
Bila ditinjau secara teliti, buah adalah bakal buah yang telah dewasa. Definisi yang lebih luas adalah dengan menganggap buah sebagai turunan dari genesium dan jaringan diluar karpel yang turut serta dan bersatu dalam buah yang akhirnya dibentuk. contoh jaringan tambahan seperti itu adalah reseptakulum pada sirsak (Annona muricata), dan arbei (Fragaria). Periant pada nangka (Artocarpus heteporhyllus) dan murbei (Morus alba). Tangkai bunga pada kacang mede (Anacardium occidentale). Sisik pada perbungaan seperti pada nanas (Ananas comocus). Buah yang berkembang dari bnga epigin (jambu) atau yang memilki bakal buah inferus (mentimun) akan menyertakan lapisan reseptakulum atau perhiasaan bunga dalam buah yang akhrnya dibentuk. Meskipun demikian buah mentimun maupun ambu tak menunjukan struktur ganda seperti itu sebab dinding bakal buahnya sejak awal perkembangan telah melekat pada jaringan-jaringan tambahannya. Ditinjau dari segi teknis, jaringan itu perlu disebut buah semu, yang berbea dari buah sejati yang yang terdiri hanya dari jaringan bakal buah. Namun, perbedaan itu tida sering diperhatiakan dan istilah bah telah dipakai untuk hasil akhir yang berbentuk buah apapun jaringan asalnya (Hidayat.1995).

1.      KLASIFIKASI BUAH
Klasifikasi secara morfologi biasanya didasarkan pada nama jenis bunga dan jenis ginesium yang mengembangkannya dan memperhatikan hubungan antar karpel dan bagian bunga yang lainnya. Dengan demikian dapat dibedakan, yaitu :

1. Buah tunggal : hasil dari satu ginesium yang terdiri dari beberapa karpel seperti pada polongan, tomat.

2.  Buah berganda (buah agregat) : buah yang dibentuk oleh ginesium apokrap dan setipa kerpel tetap dapat dikenali pada aktu buah telah dewasa. contoh Arbei.

3. Buah majemuk, yakni buah yang berasal dari perbungaan, jadi beberapa kumpulan ginesium dari sejumlah kuntuman bunga seperti Nanas.


Winkler (1939) klasifikasi buah menggunakan 4 sifat:
1.        Buah berganda, bila karpel bunga tidak saling bersatu
2.        Buah satuan, bila karpel bersatu
3.        Buah bebas, bila berasal dari bakal buah superus

4. Buah piala, bila berasal dari bakal buah inferus yang tertanam dalam jaringan non-karpel yang berbentuk piala (cangkir) atau dari bakal buah superus yang berasosiasi dengan hipentium (reseptakulum datar atau cekung)
Klasifikasi itu masih bisa dibagi lagi menurut ciri-ciri lain, diantaranya adalah susunan dan penyatuan karpel, sifat dinding buah, dan pakah buah membuka dengan spontan (dehiscent) atau tidak membuka (indehiscent). Salah satu kelemahan klasifikasi morfologis adalah bahwa modifikasi buah secara fungsional itu terabaikan. 


  2.   DINDING BUAH

       
Dinding buah, yang berasal dari perkembangan dinding bakal buah pada bunga, dikenal sebagai perikarp (pericarpium). Perikarp ini sering berkembang lebih jauh, sehingga dapat dibedakan atas dua lapisan atau lebih. Yang di bagian luar disebut dinding luar, eksokarp (exocarpium), atau epikarp (epicarpium); yang di dalam disebut dinding dalam atau endokarp (endocarpium); serta lapisan tengah (bisa beberapa lapis) yang disebut dinding tengah atau mesokarp (mesocarpium).
Pada sebagian buah, khususnya buah tunggal yang berasal dari bakal buah tenggelam, kadang-kadang bagian-bagian bunga yang lain (umpamanya tabung perhiasan bunga, kelopak, mahkota, atau benang sari) bersatu dengan bakal buah dan turut berkembang membentuk buah. Penggolongan buah berikut ini didasari histologi dinding buah, yakni buah kering serta buah berdaging.


0 komentar:

BIODATA

21.22.00 PUJI ANISA 0 Comments



BIODATA 


NAMA                        : PUJI ANISA
NIM                            : A1C416013
KELAS                       : PENDIDIKAN BIOLOGI REGULER A 2016
PROGRAM STUDI   : PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN                  : PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS                : KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PT                               : UNIVERSITAS JAMBI
ASAL                          : MERLUNG, TANJABARAT
TTL                             : MERLUNG, 17 JUNI 1998

0 komentar:

CONTOH PAPER BIOKIMIA

15.22.00 PUJI ANISA 0 Comments




PENGARUH KAFEIN PADA KOPI TERHADAP 

PENINGKATAN ENERGI DALAM TUBUH

PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu minuman yang tersebar luas dan termasuk minuman yang mayoritas banyak diminum di dunia. Di Indonesia Kopi dikonsumsi oleh orang dewasa dan remaja. Pada umunnya, kopi dikonsumsi dengan tujuan meningkatkan kewaspadaan, menghilangkan rasa kantuk dan meningkatkan energi. Meningkatnya energi setelah mengkonsumsi kopi merupakan akibat dari aktivitas senyawa yang terkandung di dalam kopi, salah satunya yaitu kafein.
Kafein merupakan senyawa hasil metabolisme sekunder golongan alkaloid dari tanaman kopi dan memiliki rasa yang pahit. Kafein termasuk ke dalam kelompok senyawa yang disebut xanthine. Struktur kafein mirip dengan struktur senyawa turunan xanthine lain yaitu adenin. Adenin sendiri merupakan penyusun senyawa ATP (Adenosin Trifosfat). Molekul kafein yang secara struktur mirip dengan adenosin akan mengikat reseptor adenosin dan menghalangi sel otak untuk mengikat adenosin. Kafein akan membalikkan semua kerja adenosin, sehingga tubuh tidak lagi mengantuk dan hati akan melepas gula ke aliran darah yang akan  membentuk energi ekstra.

1.2              Rumusan Masalah
1.        Bagaimana Senyawa Kafein yang terkandung di dalam Kopi?
2.        Bagaimana reaksi kafein dalam tubuh?

1.3              Tujuan
1.           Mengetahui Senyawa Kafein yang terkandung di dalam Kopi.
2.           Mengetahui reaksi kafein dalam tubuh.



PEMBAHASAN

  1.      Senyawa Kafein dalam Kopi 




Kafein termasuk ke dalam kelompok senyawa yang disebut xanthine. Nama resmi kafein adalah 1,3,7- trimethylxanthine (Stoker 2011). Struktur kafein mirip dengan struktur senyawa turunan xanthine lain yaitu adenin. Adenin sendiri merupakan penyusun senyawa ATP (Adenosin Trifosfat), yaitu senyawa penghasil energi bagi tubuh manusia (Anonim, 2012). Kafein berbentuk kristal dan berasa pahit yang bekerja sebagai obat perangsang psikoaktif dan diuretik ringan. Kafein dijumpai secara alami pada bahan pangan seperti biji kopi, daun teh, dan mate. (Suriani, 1997). Kafein dalam kopi terdapat dalam bentuk ikatan kalium kafein klorogenat dan asam klorogenat. Ikatan ini akan terlepas dengan adanya air panas, sehingga kafein dengan cepat dapat terserap oleh tubuh (Mahendradatta, 2007).
Kafein merupakan zat antagonis non spesifik bagi reseptor adenosin, yang disebarkan secara luas di korteks (Ryan dkk., 2001). Kafein bekerja sebagai stimulan dengan cara mengurung reseptor adenosin untuk menghambat kerja neurotransmiter tersebut (Ramachandran, 2002). Kafein menghalangi adesonin untuk berfungsi dan bekerja sebagaimana mestinya, sehingga menyebabkan performa kognitif seorang individu meningkat. Selain itu, kafein juga akan menaikkan permukaan dopamin di otak. Dopamin merupakan neurotransmitter yang berperan mengatur gerakan dan membentuk ingatan sehingga dengan meningkatnya dopamin maka performa ingatan pun akan meningkat (Nelson and Gilbert, 2005).
Kafein sering digunakan sebagai perangsang kerja jantung dan meningkatkan produksi urin. Dalam dosis yang rendah kafein dapat berfungsi sebagai bahan pembangkit stamina dan penghilang rasa sakit (Suriani, 1997). Menurut Gilbert & Rice (1991), kafein merupakan zat kimia yang berpotensi menyebabkan gangguan perkembangan janin, tetapi masih dikonsumsi oleh sebagian besar ibu hamil di Amerika Serikat. Kenyataan serupa mungkin juga  terjadi di Indonesia. Selain itu, kafein memiliki sifat sebagai agensia teratogenik yang tidak spesifik sehingga dimungkinkan menyebabkan timbulnya jenis cacat lain yang dijumpai pada berbagai sistem organ.


1    2. Reaksi Kafein dalam Tubuh
Kafein yang masuk ke dalam tubuh mudah terbawa aliran darah dan masuk ke otak melewati membran penghalang antara darah dan otak. Di otak, terdapat reseptor adenosin. Molekul kafein yang secara struktur mirip dengan adenosin akan mengikat reseptor adenosin tersebut dan menghalangi sel otak untuk mengikat adenosin. Oleh karena itu, kafein bertindak sebagai inhibitor kompetitif. Adenosin ditemukan di setiap bagian tubuh karena berperan dalam metabolisme energi-ATP dan diperlukan untuk sintesis RNA. Adenosin pada otak befungsi melindungi otak dengan menekan aktivitas saraf dan  meningkatkan aliran darah pada otot (Anonim 2012). 
Konsentrasi adenosine pada otak dijaga agar tetap dalam jumlah yang seimbang, karena itu secara alami tubuh kita akan mengirimkan sinyal “mengantuk” jika kadar adenosin meningkat. Konsumsi kafein dalam jumlah banyak dan berlebih menyebabkan reseptor adenosin akan mengikat kafein sehingga otak terus menerus mengirimkan sinyal untuk meningkatkan aliran  darah ke otot dan jantung. Kafein bekerja di dalam tubuh dengan mengambil alih reseptor adenosin dalam sel saraf yang akan memacu produksi hormon adrenalin atau epinefrin dan menyebabkan peningkatan tekanan darah, sekresi asam lambung, dan aktifitas otot, serta perangsangan hati untuk melepaskan senyawa gula pada aliran darah untuk menghasilkan energi ekstra (Siswono, 2001).
Selanjutnya, setengah dari kandungan kafein yang diminum ternyata bisa bertahan beberapa jam dalam tubuh sehingga membuat mata susah terpejam. Kalaupun dipaksa, kualitas tidur akan berkurang dan terus akan menumpuk selama terus mengonsumsi kafein sehingga mengurangi kadar vitalitas tubuh. Pada saat inilah sudah terjadi ketergantungan terhadap kafein, sekali saja terlepas dari stimulasinya maka tubuh akan mudah merasa lelah dan depresi. Kalau begitu, bisa dipahami kafein termasuk zat berbahaya yang bias merugikan bila dikonsumsi tanpa kendali (Anonim 2012).
Efek stimulan kafein tergantung dari kadar kafein dalam plasma. Kenaikan tekanan darah yang terjadi pada setiap penambahan konsumsi kopi (cangkir) berbanding terbalik dengan jumlah kopi yang sudah dikonsumsi. Hal tersebut berarti kenaikan tekanan darah yang terjadi setelah meminum kopi pada cangkir yang kedua atau ketiga akan lebih rendah dibandingkan saat meminum kopi pada cangkir yang pertama. Efek tersebut terjadi karena reseptor adenosin yang ada sudah jenuh dengan konsentrasi kafein dari kopi yang dikonsumsi pertama kali kafein yang dikonsumsi setiap hari hanya menyebabkan efek toleransi secara parsial. Kafein tetap memberikan pengaruh peningkatan tekanan darah, baik pada populasi yang tidak terbiasa minum kopi, peminum ringan, sedang ataupun berat (James, 2004).

DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2012. Pharmacology of Caffeine. http://www.news-medical.net/health/ Caffeine Pharmacology-(Indonesian).aspx. (Di akses pada 22 September 2017).
Fredhlom, Bertil. B. 1999. http://pharmrev.aspetjournals.org/content /51/1/83.full.  (Di akses pada 22 September 2017)
Gilbert, S.G. & D.C. Rice., 1991. The effects of in utero exposure to caffeine on infant monkeys. Teratology 43:498.
James J.E. 2004. Critical Review of Dietary Caffeine and Blood Pressure: A RelationshipThat Should Be Taken More Seriously. Psychosomatic Medicine.
Mahendradatta, Meta., 2007. Pangan Aman Dan Sehat. Makassar : Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin.
Mumin A, Kazi F A, Zainal A, Zakir H. 2006. Determination and Characteri zation of Caffeine in Tea, Coffee, and Soft Drink by Solid Phase Extraction and High Performance Luquid Chromatography (SPE – HPLC). Malaysian Journal of Chemistry.
Nelson, Aaron P., Ph.D., M.D., Gilbert, Susan., 2005. The Harvard Medical School Guide to Achieving Optimal Memory. New York: McGraw Hill.
Ramachandran, V.S., 2002. Encyclopedia of The Human Brain Vol. 4. New York: Academic Press, Inc.
Ryan, Lee., 2001. Caffeine Reduces Time-of-Day Effect on Memory Performance in Older Adult. Psychological Science: A Journal of the American Psychological Society, No.1, Januari 2002, 13.
Siswono. 2001. Bahaya Kolesterol Tinggi. www.gizi.net (Diakses pada 22 September 2017).
Suriani., 1997. Analisis Kandungan Kofeina Dalam Kopi Instan Berbagai Merek yang Beredar di Ujung Pandang. Makassar : Universitas Hasanuddin.

0 komentar: