CONTOH PAPER BIOKIMIA

15.22.00 PUJI ANISA 0 Comments




PENGARUH KAFEIN PADA KOPI TERHADAP 

PENINGKATAN ENERGI DALAM TUBUH

PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu minuman yang tersebar luas dan termasuk minuman yang mayoritas banyak diminum di dunia. Di Indonesia Kopi dikonsumsi oleh orang dewasa dan remaja. Pada umunnya, kopi dikonsumsi dengan tujuan meningkatkan kewaspadaan, menghilangkan rasa kantuk dan meningkatkan energi. Meningkatnya energi setelah mengkonsumsi kopi merupakan akibat dari aktivitas senyawa yang terkandung di dalam kopi, salah satunya yaitu kafein.
Kafein merupakan senyawa hasil metabolisme sekunder golongan alkaloid dari tanaman kopi dan memiliki rasa yang pahit. Kafein termasuk ke dalam kelompok senyawa yang disebut xanthine. Struktur kafein mirip dengan struktur senyawa turunan xanthine lain yaitu adenin. Adenin sendiri merupakan penyusun senyawa ATP (Adenosin Trifosfat). Molekul kafein yang secara struktur mirip dengan adenosin akan mengikat reseptor adenosin dan menghalangi sel otak untuk mengikat adenosin. Kafein akan membalikkan semua kerja adenosin, sehingga tubuh tidak lagi mengantuk dan hati akan melepas gula ke aliran darah yang akan  membentuk energi ekstra.

1.2              Rumusan Masalah
1.        Bagaimana Senyawa Kafein yang terkandung di dalam Kopi?
2.        Bagaimana reaksi kafein dalam tubuh?

1.3              Tujuan
1.           Mengetahui Senyawa Kafein yang terkandung di dalam Kopi.
2.           Mengetahui reaksi kafein dalam tubuh.



PEMBAHASAN

  1.      Senyawa Kafein dalam Kopi 




Kafein termasuk ke dalam kelompok senyawa yang disebut xanthine. Nama resmi kafein adalah 1,3,7- trimethylxanthine (Stoker 2011). Struktur kafein mirip dengan struktur senyawa turunan xanthine lain yaitu adenin. Adenin sendiri merupakan penyusun senyawa ATP (Adenosin Trifosfat), yaitu senyawa penghasil energi bagi tubuh manusia (Anonim, 2012). Kafein berbentuk kristal dan berasa pahit yang bekerja sebagai obat perangsang psikoaktif dan diuretik ringan. Kafein dijumpai secara alami pada bahan pangan seperti biji kopi, daun teh, dan mate. (Suriani, 1997). Kafein dalam kopi terdapat dalam bentuk ikatan kalium kafein klorogenat dan asam klorogenat. Ikatan ini akan terlepas dengan adanya air panas, sehingga kafein dengan cepat dapat terserap oleh tubuh (Mahendradatta, 2007).
Kafein merupakan zat antagonis non spesifik bagi reseptor adenosin, yang disebarkan secara luas di korteks (Ryan dkk., 2001). Kafein bekerja sebagai stimulan dengan cara mengurung reseptor adenosin untuk menghambat kerja neurotransmiter tersebut (Ramachandran, 2002). Kafein menghalangi adesonin untuk berfungsi dan bekerja sebagaimana mestinya, sehingga menyebabkan performa kognitif seorang individu meningkat. Selain itu, kafein juga akan menaikkan permukaan dopamin di otak. Dopamin merupakan neurotransmitter yang berperan mengatur gerakan dan membentuk ingatan sehingga dengan meningkatnya dopamin maka performa ingatan pun akan meningkat (Nelson and Gilbert, 2005).
Kafein sering digunakan sebagai perangsang kerja jantung dan meningkatkan produksi urin. Dalam dosis yang rendah kafein dapat berfungsi sebagai bahan pembangkit stamina dan penghilang rasa sakit (Suriani, 1997). Menurut Gilbert & Rice (1991), kafein merupakan zat kimia yang berpotensi menyebabkan gangguan perkembangan janin, tetapi masih dikonsumsi oleh sebagian besar ibu hamil di Amerika Serikat. Kenyataan serupa mungkin juga  terjadi di Indonesia. Selain itu, kafein memiliki sifat sebagai agensia teratogenik yang tidak spesifik sehingga dimungkinkan menyebabkan timbulnya jenis cacat lain yang dijumpai pada berbagai sistem organ.


1    2. Reaksi Kafein dalam Tubuh
Kafein yang masuk ke dalam tubuh mudah terbawa aliran darah dan masuk ke otak melewati membran penghalang antara darah dan otak. Di otak, terdapat reseptor adenosin. Molekul kafein yang secara struktur mirip dengan adenosin akan mengikat reseptor adenosin tersebut dan menghalangi sel otak untuk mengikat adenosin. Oleh karena itu, kafein bertindak sebagai inhibitor kompetitif. Adenosin ditemukan di setiap bagian tubuh karena berperan dalam metabolisme energi-ATP dan diperlukan untuk sintesis RNA. Adenosin pada otak befungsi melindungi otak dengan menekan aktivitas saraf dan  meningkatkan aliran darah pada otot (Anonim 2012). 
Konsentrasi adenosine pada otak dijaga agar tetap dalam jumlah yang seimbang, karena itu secara alami tubuh kita akan mengirimkan sinyal “mengantuk” jika kadar adenosin meningkat. Konsumsi kafein dalam jumlah banyak dan berlebih menyebabkan reseptor adenosin akan mengikat kafein sehingga otak terus menerus mengirimkan sinyal untuk meningkatkan aliran  darah ke otot dan jantung. Kafein bekerja di dalam tubuh dengan mengambil alih reseptor adenosin dalam sel saraf yang akan memacu produksi hormon adrenalin atau epinefrin dan menyebabkan peningkatan tekanan darah, sekresi asam lambung, dan aktifitas otot, serta perangsangan hati untuk melepaskan senyawa gula pada aliran darah untuk menghasilkan energi ekstra (Siswono, 2001).
Selanjutnya, setengah dari kandungan kafein yang diminum ternyata bisa bertahan beberapa jam dalam tubuh sehingga membuat mata susah terpejam. Kalaupun dipaksa, kualitas tidur akan berkurang dan terus akan menumpuk selama terus mengonsumsi kafein sehingga mengurangi kadar vitalitas tubuh. Pada saat inilah sudah terjadi ketergantungan terhadap kafein, sekali saja terlepas dari stimulasinya maka tubuh akan mudah merasa lelah dan depresi. Kalau begitu, bisa dipahami kafein termasuk zat berbahaya yang bias merugikan bila dikonsumsi tanpa kendali (Anonim 2012).
Efek stimulan kafein tergantung dari kadar kafein dalam plasma. Kenaikan tekanan darah yang terjadi pada setiap penambahan konsumsi kopi (cangkir) berbanding terbalik dengan jumlah kopi yang sudah dikonsumsi. Hal tersebut berarti kenaikan tekanan darah yang terjadi setelah meminum kopi pada cangkir yang kedua atau ketiga akan lebih rendah dibandingkan saat meminum kopi pada cangkir yang pertama. Efek tersebut terjadi karena reseptor adenosin yang ada sudah jenuh dengan konsentrasi kafein dari kopi yang dikonsumsi pertama kali kafein yang dikonsumsi setiap hari hanya menyebabkan efek toleransi secara parsial. Kafein tetap memberikan pengaruh peningkatan tekanan darah, baik pada populasi yang tidak terbiasa minum kopi, peminum ringan, sedang ataupun berat (James, 2004).

DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2012. Pharmacology of Caffeine. http://www.news-medical.net/health/ Caffeine Pharmacology-(Indonesian).aspx. (Di akses pada 22 September 2017).
Fredhlom, Bertil. B. 1999. http://pharmrev.aspetjournals.org/content /51/1/83.full.  (Di akses pada 22 September 2017)
Gilbert, S.G. & D.C. Rice., 1991. The effects of in utero exposure to caffeine on infant monkeys. Teratology 43:498.
James J.E. 2004. Critical Review of Dietary Caffeine and Blood Pressure: A RelationshipThat Should Be Taken More Seriously. Psychosomatic Medicine.
Mahendradatta, Meta., 2007. Pangan Aman Dan Sehat. Makassar : Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin.
Mumin A, Kazi F A, Zainal A, Zakir H. 2006. Determination and Characteri zation of Caffeine in Tea, Coffee, and Soft Drink by Solid Phase Extraction and High Performance Luquid Chromatography (SPE – HPLC). Malaysian Journal of Chemistry.
Nelson, Aaron P., Ph.D., M.D., Gilbert, Susan., 2005. The Harvard Medical School Guide to Achieving Optimal Memory. New York: McGraw Hill.
Ramachandran, V.S., 2002. Encyclopedia of The Human Brain Vol. 4. New York: Academic Press, Inc.
Ryan, Lee., 2001. Caffeine Reduces Time-of-Day Effect on Memory Performance in Older Adult. Psychological Science: A Journal of the American Psychological Society, No.1, Januari 2002, 13.
Siswono. 2001. Bahaya Kolesterol Tinggi. www.gizi.net (Diakses pada 22 September 2017).
Suriani., 1997. Analisis Kandungan Kofeina Dalam Kopi Instan Berbagai Merek yang Beredar di Ujung Pandang. Makassar : Universitas Hasanuddin.

You Might Also Like

0 komentar: